HUKUM ADAT SEBAGAI ASPEK KEBUDAYAAN
A. Latar Belakang
Memahami Hukum Adat dimulai dari pengetian dan istilah hukum
adat itu sendiri, menurut Snouck Hurgronje Adat Recht atau Hukum Adat adalah
adat-adat yang mempunyai akibat hukum, atau dengan kata lain disebut dengan
hukum adat jika adat tersebut memepunyai akibat hukum. Diantara manfaat
mempelajari hukum adat adalah untuk memahami budaya hukum Indonesia, dengan ini
kita akan lebih mengetahui hukum adat yang mana yang tidak lagi sesuai dengan
perkembangan zaman dan hukum adat mana yang dapat mendekati keseragaman yang berlaku
sebagai hukum nasional.
Sebelum lanjut pada Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
maka perlulah terlebih dahulu untuk mengetahui Bagaimanakah Sifat Hukum Adat |
Cara Berpikir Masyarakat Indonesia ?
Dalam wilayah yang sangat luas ini Hukum Adat tumbuh, dianut dan
dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib sosial dan tata tertib
hukum diantara manusia, yang bergaul di dalam suatu masyarakat agar dapat
dihindarkan segala bencana dan bahaya yang mungkin atau telah mengancam.
Ketertiban yang dipertahankan oleh Hukum Adat itu baik bersifat batiniah maupun
jasmaniah, kelihatan dan tak kelihatan, tetapi diyakini dan dipercaya sejak
kecil sampai berkubur berkalang tanah. Di mana ada masyarakat, di situ ada
Hukum (Adat).
Tiap masyarakat, tiap rakyat mempunyai, mempunyai kebudayaan
sendiri dengan corak dan sifatnya sendiri, mempunyai struktur alam pikiran
(“geestesstructuur”) sendiri, maka hukum di dalam tiap masyarakat, sebagai
salah satu penjelmaan “geestesstructuur” dari masyarakat bersangkutan,
mempunyai corak dan sifatnya sendiri, yaitu : hukum dari masyarakat
masing-masing berlainan. Begitu pula halnya dengan Hukum Adat di Indonesia.
Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan bahwa Hukum Adat itu tumbuh dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya
merupakan kebudayaan masyarakat tempat Hukum Adat itu berlaku. Tidak mungkin
suatu hukum yang asing bagi masyarakat itu akan dipaksakan untuk dibuat apabila
hukum asing itu bertentangan dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan.
Hukum Adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat
termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang
fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam
berkehidupan di masyarakat, dengan demikian hukum adat merupakan aspek dalam
kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.[1]
Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan
perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu
cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat
tempat hukum adat tersebut berlaku.[2]
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.[3]
Jadi Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
adalah bahwa Hukum Adat itu tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara
hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat
tempat Hukum Adat itu berlaku.
Lebih jauh membahas tentang Hukum Adat, suatu adat dikatakan
sebagai hukum adat atau seingkatnya yang merupakan karakteristik hukum adat
adalah hukum yang umumnya tidak ditulis, peraturan-peraturan yang ada
kebanyakan merupakan petuah yang memuat asas perikehidupan dalam bermasyarakat
serta kepatuhan seseorang terhadap hukum adat akan lebih didasarkan pada rasa
harga diri setiap anggota masyarakat. Lalu bagaimana dengan hukum adat yang
selanjutnya ada dan dikatakan sebagai Aspek Kebudayaan, serta letaknya dalam
kerangka kebudayaan itu, jawaban dari beberapa pertanyaan ini akan kami bahas
di bab selanjutnya.
1. Hukum Adat sebagai Aspek
Kebudayaan
Sebelum
menginjak lebih jauh mengenai pembahasan Hukum Adat sebagai Aspek Kebudayaan,
Budaya sendiri menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pikiran; akal budi; hasil[1].
Lalu disini akan lebih dikhususkan lagi dengan pengertian Kebudayaan itu
sendiri.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.[2]
Dari
uraian diatas maka dapat diambil pengertian bahwa Hukum Adat sebagai Aspek
Kebudayaan adalah Hukum Adat yang dilihat dari sudut pandang nilai, norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial religious yang
didapat seseorang dengan eksistensinya sebagai anggota masyarakat.
Jika
hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam
kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk
mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat,
dengan demikian hukum adat merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai
kebudayaan bangsa Indonesia.[3]
Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang
merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan
salah satu cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.[4]
Apabila kita melakukan studi tentang hukum adat maka kita
harus berusaha memahami cara hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[5]
Maka jelas dikatakan bahwa memang hukum adat adalah sebagai
aspek kehidupan dan budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara
berfikir bangsa Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.
1.1 Cara Berpikir Masyarakat Indonesia
Menurut Prof. Soepomo dilihat dari aspek struktur kejiwaan
dan cara berpikir masyarakat Indonesia mewujudkan corak-corak atau pola
tertentu dalam hukum adat yaitu :[6]
a. Mempuyai Sifat Kebersamaan (Communal)
Manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan
kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan, meliputi segala lapangan hukum
adat.
b. Mempunyai Corak Magis-Religius
Corak Magis-Religius yang berhubungan dengan aspek kehidupan
didalam masyarakat Indonesia.
c. Sistem Hukum Adat diliputi oleh Pikiran
Penataan Serba Konkret
Misalnya : Perhubungan perkawinan antara dua suku yang
eksogam, perhubungan jual (pemindahan) pada perjanjian tentang tanah dan
sebagainya.
d. Hukum Adat mempunyai Sifat yang Sangat
Visual
Hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan
dalam suatu ikatan yang dapat dilihat.
1.2 Sifat-sifat Umum Hukum Adat
Dr. Holleman, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul De
Commune trek in Indonesische rechtsieven, menyimpulkan adanya empat sifat umum
hukum adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan.
yaitu sifat religio-magis., sifat komun, sifat contant dan sifat
konkret. "Religio-magis" itu sebenarnya adalah pembulatan atau
perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti
prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain. Koentjaraningrat dalam
tesisnya menulis bahwa alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur
sebagai berikut: [7]
a. Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk
halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan khusus.
b. Gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan,
binatang, tubuh manusia dan benda- benda;
c. Kepercayaan terhadap
kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat
dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa, binatang yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan
yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa dan
suara yang luar biasa;
d. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif
itu dipergunakan sebagai magische kracht dalam berbagai perbuatan••perbuatan
ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib;
e. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam
alam menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timhulnya berbagai macam bahaya
yang hanya dapat dihindari dengan berbagai macam pantangan.
F. D. Hollemen juga memberikan uraian yang menjelaskan
tentang sifat-sifat Hukum Adat yaitu : [8]
a. Sifat Commune,
kepentingan indibvidu dalam hukum selalu diimbangi dengan kepentingan umum.
b. Sifat Concreet, yang
menjadi objek dalam hukum adat itu harus konkret atau harus jelas
c. Sifat Constant,
penyerahan masalah transaksi harus dilakukan dengan konstan
d. Sifat Magisch, hukum adat
mengandung hal-hal yang gaib yang apabila dilanggar akan menimbulkan bencana
terhadap masyarakat.
2. Proses Terbentuknya Hukum
2.1 Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir
Hukum adat pada umumnya memang belum/ tidak tertulis. Oleh
karena itu dilihat dari mata seorang ahli hukum memperdalam pengetahuan hukum
adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula. Jika dibuka dan dikaji lebih
lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam hukum adat yang mempunyai
sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar maka
akan dapat dituntut dan kemudian dihukum.
2.2 Hukum Adat Tidak Statis
Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena dia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya
sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti
hidup itu sendiri. [9]
Van Vollen Hoven juga mengungkapkan dalam bukunya “Adatrecht”
sebagai berikut :
“Hukum adat pada waktu yang telah lampau agak beda isinya,
hukum adat menunjukkan perkembangan” selanjutnya dia menambahkan “Hukum adat
berkembang dan maju terus, keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat”
2.3 Unsur-unsur dalam Hukum Adat
a. Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat
dan secara berulang-ulang serta berkesinambungan dan rakyat mentaati serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Unsur Psikologis
Setelah hukum adat ini ajeg atau berulang-ulang yang
dilakukan selanjutnya terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang
dimaksud mempunyai kekuatan hukum, dan menimbulkan kewajiban hukum (opinion
yuris necessitatis)[10]
2.4 Timbulnya Hukum Adat
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh putusan-putusan para
warga masyarakat hukum terutama keputusan kepala rakyat yang membantu
pelaksanaan perbuatan hukum itu atau dalam hal bertentangan keperntingan dan
keputusan para hakim mengadili sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan
keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama, dengan kesadaran tersebut diterima
atau ditoleransi. Ajaran ini dikemukakan oleh Ter Haar yang dikenal sebagai
Teori Keputusan.
3. Sumber Pengenal Hukum Adat
3.1 Corak Hukum Adat
Corak dalam hukum adat :
1. Tradisional
2. Keagamaan
3. Kebersamaan
4. Konkret dan Visual
5. Terbuka dan Sederhana
6. Dapat berubah dan
menyesuaikan
7. Tidak dikodifikasi
8. Musyawarah Mufakat[11]
3.2 Sistem Hukum Adat
Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam
fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat.
Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa
perbedaan diantaranya :
Hukum Barat
|
Hukum Adat
|
- Mengenal
hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku
terhadap sesuatu orang lain yang tertentu
|
- Tidak
mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak ditangan hakim
|
- Mengenal
Hukum Umum dan Hukum Privat
|
- Berlainan
daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum Barat
|
- Ada
Hakim Pidana dan Hakim Perdata
|
- Pembetulan
hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)
|
3.3 Kekuatan Materiil Hukum Adat
Menurut Soepomo kekuatan materiil Hukum Adat bergantung pada
beberapa factor, antara lain :
1. Lebih atau kurang banyaknya
penetapan yang serupa yang memberikan stabilitas pada peraturan hukum yang
diwujudkan oleh penetapan itu
2. Seberapa jauh keadaan
sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan mengalami perubahan
3. Seberapa jauh peraturan
yang diwujudkan itu selaras dengan sistem hukum adat yang berlaku
4. Seberapa jauh peraturan itu
selaras dengan syarat-syarat kemanusiaan dan rasa keadilan[12]
Kesimpulan
- Hukum
Adat sebagai Aspek Kebudayaan
Hukum Adat sebagai Aspek Kebudayaan
adalah Hukum Adat yang dilihat dari sudut pandang nilai, norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial religious yang didapat seseorang
dengan eksistensinya sebagai anggota masyarakat. Hukum adat adalah sebagai
aspek kehidupan dan budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara
berfikir bangsa Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.
- Cara
Berpikir Masyarakat Indonesia
1.
Mempuyai Sifat Kebersamaan (Communal)
2.
Mempunyai Corak Magis-Religius
3.
Sistem Hukum Adat diliputi oleh Pikiran Penataan Serba Konkret
4.
Hukum Adat mempunyai Sifat yang Sangat Visual
- Proses
Terbentuknya Hukum
Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir
, hukum adat juga sebagai hukum yang berkembang dan hidup di masyarakat,
sehingga unsure-unsur yang ada dalam hukum adat dapat menjadi asumsi atas
eksistensi hukum adat , hukum adat tersebut lahir dan dipelihara oleh
putusan-putusan para warga masyarakat hukum terutama keputusan kepala rakyat
yang membantu pelaksanaan perbuatan hukum itu atau dalam hal bertentangan
keperntingan dan keputusan para hakim mengadili sengketa sepanjang tidak
bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama, dengan kesadaran
tersebut diterima atau ditoleransi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus
Bahasa Indonesia.2008.(Departemen Pendidikan Nasional ; Jakarta)
Soepomo.
1989. Hukum Adat. (Jakarta : PT Pradnya Paramita)
Soepomo.
1996. Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II. (Jakarta : Pradnya
Paramita)
Warjiyati,
Sri. 2006. Memahami Hukum Adat. (Surabaya IAIN Surabaya)
Wulansari,
Dewi.2010. Hukum Adat di Indonesia. (Bandung : PT Refika Aditama)
Deis
Na dalam “Hukum Adat sebagai Aspek Kebudayaan” http://tata-hkm.blogspot.com/2010/07/hukum-adat-sebagai-segi-aspek.html
diakses pada 24 April 2012
http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html
diakses pada 25 April 2015
F. Iman Sudiyat. Azas-azas Hukum Adat Bekal Pengantar.
Yogyakarta : Liberty
Pengertian Budaya. From http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://www.sudiantara.com diakses 15 Juli 2015
No comments:
Post a Comment