Budaya Organisasi
9.1
Pendahuluan
1) Deskripsi
Singkat : Pada Bab ini
dibahas deskripsi umum
tentang Budaya Organisasi .
2) Relevansi :
Pada bagian ini
dibahas tentang
pengertian
budaya organisasi, nilai
budaya organisasi,
dimensi nilai
budaya organisasi, tiga jenjang budaya
organisasi,
karakateristik budaya
organisasi.
Dengan dasar pemahaman
ini akan menjadi
landasan bagi
mahasiswa
untuk memahami
pengertian perilaku organisasi
3) Kompetensi
Dasar : Mahasiswa
mampu menjelaskan
tentang budaya organisasi .
9.2 Penyajian
A. Pengertian
Budaya Organisasi
Setiap kita mendirikan
organisasi, maka suatu hal yang
tidak
bisa kita elakkan
munculnya ikatan dalam berbagai
hal termamsuk
perilaku
setiap individu dalam
organisasi yang kita
dirikan.
Misalnya,
dalam perilaku, berbicara,
berpakaian, upacara, serta
segala hal tinda tanduk baik tidak dan harus berbuat
dalam hal-hal
tertentu, dan lain-lain
sebagainya. Yang disebut
organisasi tidak
nampak, yang
tampak adalah manusia-manusia anggota organisasi
dan barang phisik
milik organisasi. Perbedaan
sifat, perilaku dan
karakteristik
yang dapat mebedakan
suatu organisasi dengan
organisasi lain itulah yang disebut budaya organisasi.
Agak sulit memang
mendefenisikan budaya organisasi.
Namun
demikian pada umumnya
para pakar mendefenisikan
bahwa Budaya Organisasi
ialah common understanding
(kebersamaan
pengertian) para anggotanya
untuk berperilaku
sama, baik di luar maupun di dalam organisasinya.
Sebagai bahan perbandingan,
berikut dikutip beberapa
defenisi para pakar
awal-awal dekade 1990-an
yang dikutip oleh
Sigit dalam bukunya
Perilaku Organisasional (2003:256},
sebagai
berikut :
Ouchi (1981) :
Budaya organisasi adalah
: “ a
set of symbols,
ceremoniies,
and myths that
communicate the underlying
values and
beliefs of that
organization to its
employees” (seperangkat nilai-nilai,
dan mitos yang
mengkomunikatisikan landasan nilai-nilai
dan
keyakinan-keyakinan kepada para karyawannya.
Miller (1984) :
Budaya organisasi adalah
: “ a set
of primary
values
systems consisting of
eight principles, namely
of purpose, of
consesnsus,
of exellence, of
performance, of empirism,
of unity, of
intimacy, and of integrity, as norms or giudance for the
corpotate members
in their behavior
and solve corporate
problems” (seperangkat sistem
nilai-nilai
primer yang terdiri
atas delapan asas,
yaitu asas tujuan,
konsesnsus,
keunggulan, perestasi, empirisme,
kesatuan,
keakraban,
dan integritas, sebagai
norma atau pedoman
bagi para
anggota
korporat dalam perilaku
mereka dan memecahkan
masaalah-masaalah korporat)”.
Semua
korporat tentu meggunakan
nilai-nilai ini, tetapi
belum tentu menyadari
dan mengunakannya sebagai
budaya
organisasi
untuk mencapai tujuan
korporat. Korporat-korporat di
Amerika yang secara
sadar membudayakan sekurang-kurangnya
delapan nilai-nilai primer ini, menurut Miller
dan teman-temannya
adalah korporat-korporat yang inovatif, produktif, dan
efektif.
Charles
Hampden Turner, 1994,
p.ii, mendefinisikan budaya
organisasi
sebagai perilaku yang
tepat, ikatan-ikatan dan
motivasi
individu, dan menegaskan
solusi bila ada
kemenduaan. Ini
menentukan
cara dari organisasi
memproses informasi, hubungan
internal, dan nilai-nilai
yang ada. Budaya
organisasi harus
difungsikan
pada setiap tingkat
organisasi dari keadaan
yang
samar-samar
menjadi suatu yang
nampak. Kendali dan
pemahaman
budaya organisasi merupakan
tanggung jawab
pimpinan dan alat
utama pimpinan (manager)
mendorong kinerja
yang tinggi dan memelihara nilai-nilai kebersamaan.
Andre
Laurent, secara praktis
mendefinisikan budaya
organisasi
sebagai berikut, Budaya
organisasi merefleksikan
asumsi-asumsi
tentang pelanggan, karyawan,
misi, produk,
kegiatan-kegiatan,
dan asumsi-asumsi yang
telah berjalan baik
pada waktu lalu
dan dituangkan dalam
norma tingkah laku,
harapan-harapan
tentang legitimasi, cara
berpikir dan bertindak
yang diharapkan.
Budaya Organisasi
- Bagaimana orang-orang
melakukan pekerjaan disekitarnya
(Nick Georgiades) ;
- Beginilah cara
kami bekerja (Martini Husain) ;
- Kami melihat
seperti apa yang
ingin kami lihat
(Charles
Hampden Turner);
Jaclyn Sherriton dan James L.Stern, 1997, p.26,
mendefinisikan
budaya organisasi, berkenaan dengan lingkungan atau kepribadian
suatu
organisasi, dengan berbagai
multi faset dimensinnya.
Merupakan
cara organisasi bekerja
dilingkungannya dengan aura
nya sendiri,
seperti halya kepribadian individu.
Gareth
R.Jones (1994), mendefinisikan budaya
organisasi
sebagai
seperangkat (kumpulan) nilai-nilai
bersama yang
mengendalikan
interaksi anggota-anggota organisasi,
diantara
mereka, dan dengan mitra
pendukungnya, pelanggan, serta
orang-
orang lain diluar organisasi.
Keith Davis dan
Jhon W Newstrom (1989:60) mengemukakan
bahwa :”organizational culture is the set assumptions,
beliefs, values, adn
normsthat is shared
among its members”. Selanjutnya
R.Schermerhorn
dan james G.Hunt
(1991:340) mengatakan bahwa:
“organizational
culture is the system
of shared beliefs and
values that develops
within an
organization and guides the behavior of its members”
Mangkunegara,
(2005:113), mengemukakan bahwa
budaya
organisasi adalah
seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-
nilai dan
norma-norma yang dikembangkan
dalam organiasi yang
dijadikan
pedoman tingkah laku
bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi adaptasi eksternal dan integrasi internal
Disimpulkan
dari berbagai pengertian
budaya organisiasi di
atas adalah seperangkat
asumsi, nilai dan
norma yang
dikembangkan
dalam organisasi dan
telah menjadi perilaku
para
anggota organisasi didalam mengatasi berbagai
permasalahan yang
terjadi di dalam maupun di luar organisasi.
B. Nilai
Budaya
Nilai ialah sesuatu
yang paling penting,
di prioritaskan, dan
di
perjuangkan untuk di
realisasikan. Nilai budaya
adalah nilai
yang di budayakan,
artinya nilai yang
di gunakan oleh
suatu
organisasi
dalam jangka relatif
lama sebagai norma
atu pedoman
bagi para anggota organisasi dalam berperilaku masalah.
Termasuk
nilai yang dibudayakan
ialah keyakinan dan
ideologi. Keyakinan
(beliefs) ialah
sesuatu yang di pandang
benar atau salah, sedangkan
ideologi
ialah cita-cita yang
harus di wujudkan.
Nilai apa yang
dibudayakan oleh
suatu organisasi tergantung pada banyak faktor,
seperti
sejarah organisasi, kegagalan,
dan kesuksesan, geografi,
suku, ras, agama, turunan (heritage), dan
lain-lain. Seperti manusia,
organisasi
juga punya nilai-nilai,
tidak hanya satu
atau beberapa
nilai saja,
melainkan banyak. Misalnya jam
datang dan jam pulang
kerja,
penghormatan terhadap superodinaten
(atasan), upacara,
upacara pada waktu
berpapasan, cara bertelpon,
syarat kenaikan
pangkat/promosi,
gaya bahasa, pakaian
yang disandang, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu
jika kita akan
mengakses budaya yang
digunakan
oleh suatu organisasi,
maka kita tanyakan sejauh mana
nilai-nilai
tertentu digunakan sebagai
budaya. Misalnya Ouchi
(1981),
menggunakan tujuh nilai
untuk mengukur dan
membandingkan
antara budaya korporat
Jepang dan korporat
Amerika :
1) Komitmen pada
karyawan,
2) Evaluasi
terhadap karyawan,
3) Karir,
4) Kontrol,
5) Pembuatan
keputusan,
6) Tanggung jawab,
dan
7) Perhatian pada
manusia.
Hofstede
(1997) menggunakan empat
nilai untuk
membedakan
budaya antara suatu
bangsa dengan bangsa
lain,
yaitu :
1) Jarak
kekuasaan,
2) Individualisme
vs. Kolektifisme,
3) Maskulin vs.
Feminin, dan
4) Penolakan
terhadap ketidakpastian.
Senada dengan Hofsede
di atas, Ndraha
(2003:45),
mengemukakan
bahwa budaya merupakan
identitas dan citra
suatu
masyarakat. Identitas ini
dibentuk oleh beberapa
faktor
seperti
sejarah, kondisi dan
sisi geografis, sistem-sistem
sosial
politik dan ekonomi.
Jadi, orang berbeda-beda
dalam penggunaan nilai
untuk
mengetahui
budaya sesuatu organisasi
budaya apa atau
nilai apa
yang ingin diketahuinya.
Namun jika kita
ingin mambandingkan
bagaimana sesuatu budaya,
diperbandingkan diantara beberapa
organisasi,
kita harus menggunakan
nilai yang sama
untuk
mengaksesnya. Jika tidak, tidak mungkin
diperbandingkan.
C. Dimensi Nilai
Budaya
Nilai budaya itu
memiliki dua dimensi,
yaitu kandungan
(content) dan kekuatan
(strengeth). Yang dimaksud
dengan
kandungan ialah
“apa” dan disebut
secara spesifik yang dijadikan
nilai itu. Ini
harus ditegaskan, karena
dalam kehidupan manusia
(organisasi) banyak
sekali nilai- nilai. Seperti yang
digunakan oleh
Ouchi tujuh nilai,
Hofstede empat nilai,
Quinn empat nilai,
dan
Miller
delapan nilai, seperti
yang tersebut diatas
tadi adalah nila-
nilai spesifik, nilai apa. Kekuatan nilai ditunjukan oleh
sejauh mana
dipahami dan diikuti
nilai budaya itu
oleh sebagian terbesar
anggota
organisasi. Jadi, jika
diikuti oleh sebagian
tebesar para
anggota maka budaya organisasi itu kuat.
D. Tiga Jenjang
Budaya
Menurut
Schein (1992) budaya
itu dapat dilihat
dari tiga
jenjang (levels,
aras) yaitu jenjang atas, dan
jenjang bawah. Jenjang
atas ialah „artifacts
and creations , yaitu
benda-benda atau barang-
barang hasil ciptaan
manusia, jenjang tengah
ialah „values (nilai-
nilai); dan jenjang bawah ialah „as-sumptions (asumsi-asumsi).
Untuk
mewujudkan tertanamnya Budaya
Organisasi harus
didahului
dengan adanya Integrasi
atau kesatuan pandangan
barulah
pendekatan manajerial (Bennet,1995.
loc.cit, p.43). Dapat
dilaksanakan antara lain berupa :
1)
Menciptakan bahasa yang
sama dan warna
konsep yang
muncul.
2) Menentukan
batas-batas antar kelompok.
3) Distribusi
wewenang dan status.
4) Mengembangkan
syariat, tharekat dan ma
rifat yang
mendukung norma kebersamaan.
5) Menentukan
imbalan dan ganjaran.
6) Menjelaskan
perbedaan agama dan ideologi.
E. Karakterisitik
Budaya organisasi
Budaya
organisasi memiliki karakteristik
tersendiri.
Karakterisik
budaya organisasi adalah
terdapat pada inisiatif
individu,
toleransi, mempunyai arah,
terintegrasi, dukungan dari
manajemen dan lain-lain.
Robbins (2007),
menyatakan untuk menilai
kualitas budaya
organisasi suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh
faktor utama,
yaitu sebagai berikut:
1. Inisiatif individu,
yaitu tingkat tanggung
jawab, kebebasan
dan independensi yang dipunyai individu.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko,
yaitu sejauhmana para
pegawai
dianjurkan untuk bertindak
agresif, inovatif, dan
berani mengambil resiko.
3. Arah, yaitu
sejauhmana organisasi tersebut
menciptakan
dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4. Integrasi,
yaitu tingkat sejauhmana unit-unit dalam organisasi
didorong untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi.
5. Dukungan Manajemen,
yaitu tingkat sejauhmana
para
manajer
memberi komunikasi yang
jelas, bantuan serta
dukungan terhadap bawahan mereka.
6. Kontrol, yaitu
jumlah peraturan dan
pengawasan langsung
yang
digunakan untuk mengawasi
dan mengendalikan
perilaku pegawai.
7. Identitas, yaitu
tingkat sejauhmana para
anggota
mengidentifikasi
dirinya secara keseluruhan
dengan
organisasinya daripada
dengan kelompok kerja tertentu atau
dengan bidang keahlian profesional.
8. Sistem imbalan,
yaitu tingkat sejauhmana
alokasi imbalan
(kenaikan
gaji, promosi) didasarkan
atas kriteria prestasi
pegawai
sebagai kebalikan dari
senioritas, pilih kasih,
dan
sebagainya.
9. Toleransi terhadap
konflik, yaitu tingkat
sejauhmana para
pegawai didorong untuk mengemukakan konflik kritik secara
terbuka.
10. Pola-pola komunikasi,
yaitu tingkat sejauhmana
komunikasi
organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
Apabila 10 faktor utama di atas terintergrasi dalam
kerja-kerja
organisasi
maka tidak bisa dipungkri
organisasi tersebut memiliki
kualitas
budaya yang cukup
handal dan kemungkinan
saja bisa
menaikkan pamor organisasi itu sendiri.
F. Budaya
Kerja
Guna
mengendalikan kedisiplinan pegawai
agar
mendapakan
hasil yang maksimal
maka perlu dilakukan
inovasi
pengendalian
kualitas pekerjaan melalui
penciptaan perilaku
budaya kerja yang
baik dalam bekerja
pada setiap melaksanakan
aktifitas.
Budaya-budaya
kerja yang baik
tersebut dian-
taranya
adalah: Bersih, Rapih,
Teliti, Rajin atau
Disiplin dan lain-
lain. Hampir disetiap
setiap area kerja
atau work shop
kita sering
melihat papan informasi
yang bertuliskan informasi
5K, atau 5R
atau 5S, semua
itu adalah untuk
mengingatkan kita sebagai
pelaksana aktifitas didalam area kerja atau work shop
tersebut agar
kita selalu selalu
berprilaku seperti harapan yang
ada dalam papan
informasi
tersebut. Namun demikian perlaku
pekerja termasuk
juga situasi dan
kondisi tempat kerja
harus diatur sesuai
dengan
harapan dalam informasi tersebut yakni dengan
menerapkan
Prilaku pekerja maupun
kondisi tempat kerja
perlu juga
diatur agar kualitas
hasil pekerjaan bisa
maksimal, yaitu dengan
menerapkan 5K atau
5R atau 5S
di tempat kerja. Yang
dimaksud
dengan 5K adalah
kepanjangannya adalah: Ketelitian,
Kerapihan,
Kebersihan, Kesegaran dan Kedisiplinan.
G. Soal
Latihan
1. Jelaskan apa
yang dimaksud dengan budaya organisasi
2. Jelaskan pula
pengertian dari nilai
budaya dan berikan
contohnya.
3. Menurut Hofstede
(1980) terdapat empat
nilai untuk
membedakan
budaya antara suatu
bangsa dengan bangsa
lain, sebutkan.
4. Jelaskan dua
dimensi nilai budaya.
5. Jelaskan tiga
jenjang budaya menurut Schein.
6. Bagaimana
tanggapan anda terhadap 10 karakterisitik budaya
organisasi. Jelaskan dilengkapi contoh-contoh kongrit.
7. Budaya kerja
yang bagaimana yang
seharusnya dapat
diciptakan dalam tempat kerja. Jelaskan
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga,Panji
dan Sri Suyati,1995,
Perilaku Keorganisasian, Pustaka
Jaya, Jakarta
Arifin,
Anwar, 2003, Komunikasi
Politik (Paradigma-Teori-Aplikasi-
Strategi & Komunikasi Politik Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta
Bennet, Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th
Ed., McGraw-
Hill International Edition.
Bimo,
Walgito. 2004, Pengantar
Psikologi Umum .
Yogyakarta,
Andi Offset
Charles,
Hampden Turner, 1992,
Creating Corporate Culture,
business Economics, Penerbit London
Davis, Keith, & Newsstrom, W, Jhon, 1989, Human Behavior A Work;
Organizational
Behavior, New York
McGraw Hill
International
Djatmiko, Yayat Hayati, 2003, Perilaku Organisasi,
Penerbit Alfabeta,
Bandung
Gerungan,
W.A., (2009), Psikologi
Sosial, PT Refika
Asitama,
Bandung.
Gibson, James,L. 2000. Organisasi, Perilaku, Struktur dan
Proses. Edisi
ke-5. Cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gitosudarmo,
Indriyo, 2000, Perilaku
Keorganisasian, BPFE,
Yogyakarta
Hampden,
Charles Turner, 1994,
Colporate Culture, London,
Judy
Piatkus Ltd.
115
No comments:
Post a Comment