A.
PENDAHULUAN
Menurut
Talcott Parsons dan Willbert E. Moore, teori tentang masyarakat dan perubahan
sosial tidak dapat dipisahkan. Namun juga harus diakui bahwa tidak ada satu
teori perubahan sosial yang benar-benar mencukupi untuk membaca
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat termasuk apa yang selama ini
sering diuangkapkan, yakni apa yang disebut “grand theory”. Kata
Etzioni, “grand theories” tidak memberikan bimbingan yang mencukupi
untuk riset sosiologi tetapi tidak ada perubahan sosial yang modern telah
menggantikannya.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa ketika sebuah teori masyarakat yang lengkap dikembangkan, maka
upaya itu tentang kajian “struktur-struktur yang statis” dan “proses yang
dinamis”. Tetapi riset untuk sebuah teori semacam ini harus bergerak ke
berbagai sektor.
Berbicara
tentang konsep perubahan sosial maupun perubahan budaya, pada umumnya dua
konsep tersebut dibedakan, yaitu masing-masing perubahan dikaitkan dengan aspek
yang berbeda, yang satu berkaitan dengan bidang budaya yang berubah dan yang
satunya dengan bidang sosial.
Pada dasarnya
perubahan sosial dan perubahan budaya merupakan konsep yang sebenarnya saling
berkaitan satu sama lain meskipun mempunyai perbedaan. Perubahan sosial
mencakup perubahan dalam segi struktur dan hubungan sosial, sedangkan perubahan
budaya mencakup perubahan dalam segi budaya masyarakat.
Perubahan
dalam distribusi kelompok usia, tingkat pendidikan, hubungan sosial antar etnis
yang bermukim dalam satu wilayah, peran perempuan dalam organisasi politik dan
lain-lain adalah contoh dari perubahan sosial. Sedangkan perubahan budaya
meliputi penemuan teknologi komputer dan penciptaan seni tari modern dan
lain-lain. Tetapi kedua konsep perubahan tersebut saling berkitan, misalnya
perubahan peran perempuan dalam masyarakat berkaitan dengan adanya perubahan
nilai kedudukan perempuan. Jadi fenomena suatu perubahan di dalamnya akan
mencakup aspek sosial dan budaya sehingga perbedaan istilah di antara keduanya
sering kali tidak terlalu diperhatikan.
Dalam
tulisan sederhana ini penulis akan mendeskripsikan tentang pengertian perubahan
sosial, teori perubahan sosial, sumber perubahan sosial, faktor yang
mempengaruhi perubahasan sosial, dan bentuk perubahan sosial sebagai langkah
awal untuk mengenal teori penelitian.
B.
PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan
sosial mengacu pada adanya pergantian dalam hubungan sosial dan ide-ide
kultural, sehingga dalam hal ini konsep sosial dan budaya menjadi konsep yang
saling berkitan dalam terjadinya suatu perubahan.
Perubahan
dalam ide dan nilai secara singkat akan mengarah pada terjadinya perubahan
dalam hubungan sosial, dan sebaliknya perubahan dalam pola hubungan sosial akan
menuju pada adanya perubahan nilai dan norma. Secara teori ada banyak ahli yang
memberikan sumbangannya dalam menjelaskan tentang pengertian perubahan sosial,
antara lain oleh William F. Ogburn, Kingsley Davis, Gilin, Samuel Koenig serta
Selo Soemarjan.[4]
Ogburn tidak
memberikan definisi secara jelas tentang perubahan sosial, tetapi beliau lebih
menjelaskan tentang bagaimana ruang lingkup dari perubahan sosial yang di
dalamnya meliputi unsur-unsur budaya. Dalam hal ini Ogburn menekankan bahwa
kebudayaan material mempunyai pengaruh besar terhadap kebudayaan immaterial
sehingga terjadilah perubahan sosial.
Berikutnya
Kingsley Davis yang secara lebih jauh menyatakan bahwa perubahan sosial
merupakan suatu perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Penjelasan dari
Davis ini dapat kita pahami dari ilustrasi tentang organisasi pekerja, di mana
adanya organisasi serikat pekerja dalam dunia industri akan membuat suatu
perbedaan dalam hubungan majikan atau pemilik industri dengan pekerjanya,
sehingga pekerja pun mempunyai peran dalam dunia ekonomi di mana mereka adalah
bagian dari sistem yang ikut menentukan jalannya suatu organisasi ekonomi.
Selanjutnya,
penjelasan dari Gilin yang mengemukakan bahwa perubahan sosial merupakan suatu
variasi atau sesuatu yang lain yang timbul dari cara-cara hidup yang telah
diterima. Di mana sesuatu yang baru tersebut dapat disebabkan perubahan dalam
kondisi geografis maupun komposisi penduduk. Perubahan sosial dapat pula
mempunyai pengertian sebagai adanya faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Samuel Koenig.
Hal tersebut berarti bahwa perubahan sosial merujuk pada adanya
modifikasi-modifikasi dari faktor eksternal atau internal dalam pola-pola
kehidupan manusia.
Sedangkan
tokoh sosiologi dari Indonesia, yaitu Selo Soemarjan menyatakan bahwa perubahan
sosial mencakup semua aspek perubahan dalam lembaga suatu masyarakat yang dapat
mempengaruhi sistem sosial termasuk nilai, sikap dan pola perilaku kelompok
dalam masyarakat tersebut. Ia menekankan bahwa perubahan sosial terjadi pada
lembaga masyarakat sehingga mempengaruhi struktur masyarakat yang bersangkutan.
C. TEORI
PERUBAHAN SOSIAL
Ada beberapa
teori perubahan sosial yang dikeluarkan oleh berbagai ahli sosiologi. Dalam
tulisan ini akan dikemukakan beberapa teori yaitu teori siklik, teori
evolusioner, teori non evolusioner, teori fungsional dan teori konflik, serta
teori-teori yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam melihat perubahan
sosial di negara-negara di dunia III .[5]
1. Teori
Siklus
Ada ungkapan
bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang manusia ada di
atas dalam arti hidupnya makmur tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya
tidak beruntung. Seperti itulah sebenarnya pola pikir dari teori siklus
tersebut.
Penekanan
dari teori siklus ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan
tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran
dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses peralihan masyarakat
bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali
pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya.
Arnold
Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu
proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan
mereka. Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi
karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan.
Secara jelas Pitirim Sorokin ahli sosiologi dari Rusia yang menjelaskan bahwa
perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam tiga
siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu :
a.
Kebudayaan ideasional (ideasional culture) yang menekankan pada perasaan
atau emosi dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.
b.
Kebudayaan idealistis (idealistic culture) yang merupakan tahap
pertengahan yang menekankan pada rasionalitas dan logika dalam menciptakan
masyarakat ideal.
c.
Kebudayaan sensasi (sensate culture) dimana sensasi merupakan tolok ukur
dari kenyataan dan tujuan hidup.
2. Teori
Evolusioner
Para ahli
teori ini cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang terjadi merupakan suatu
proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan
perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap
akhir. Tatkala tahap akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara
evolusioner telah berakhir. Tokoh dari teori ini antara lain adalah Auguste
Comte, seorang sarjana Perancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam
tiga tahap perkembangan yaitu:
a. Tahap
teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
nilai-nilai supernatural.
b. Tahap
metafisik (methaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari
kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak yang
berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
c. Tahap
positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsp ilmu pengetahuan.
Tokoh lain
yang perlu juga dipelajari adalah Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa
perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari masyarakat dengan
solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Solidaritas
mekanik ditandai oleh masyarakat yang anggotanya sedikit sehingga hubungan
sosial yang terjadi cenderung bersifat informal di mana setiap orang akan
saling mengenal serta mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen
seperti pekerjaan. Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai
oleh masyarakat yang berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu
sama lain cenderung bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi
sosial masing-masing individu.
3. Teori
Nonevolusioner
Teori
nonevolusioner yang sebenarnya teori ini masih juga menganut ide pokok dari
teori evolusi tetapi beberapa ahli membuat perbaikan atas ide-ide teori
evolusioner yang cenderung dalam menganalisis perubahan sosial menekankan pada
pendekatan unilinear dan teori evolusioner tidak terbukti karena tidak sesuai
dengan kenyataan. Teori ini lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap
evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa
perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Meskipun ada
kesamaan dengan teori yang sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah
dalam arah dan kecepatan yang sama. Tokoh teori ini antara lain adalah Gerhard
Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk
masyarakat seperti berburu, bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri
berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam
mempelajari konsep dari Lensky maka perlu juga mempelajari konsep kunci dalam
pernyataan Lenski yaitu adanya continuity, inovation dan extinction.
Ketiga
elemen tersebut mengarah pada adanya keberagaman dan kemajuan di mana
masyarakat menjadi semakin beragam selagi proses differensiasi terjadi dan
kemajuan terjadi tidak hanya karena kondisi hidup yang semakin membaik tetapi
juga pada perkembangan teknologi. Ketiga elemen tersebut di atas dapat dirinci
sebagai berikut:
a.
Keberlanjutan atau continuity mengacu pada kenyataan bahwa meskipun
masyarakat itu mengalami perubahan tetapi tetap ada unsur-unsur di dalamnya
yang tidak berubah, misalnya peraturan lalu lintas, sistem kalender serta
sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat berguna dan menjawab
kebutuhan semua lapisan masyarakat.
b. Sedangkan
inovasi dihasilkan dari penemuan-penemuan maupun proses difusi dari budaya
lain. Masing-masing masyarakat akan mempunyai tingkat inovasi yang berbeda-beda
tergantung pada: seberapa banyak orang yang dapat menghasilkan inovasi,
seberapa banyak orang yang menyebarkan inovasi tersebut, seberapa penting
inovasi itu bagi masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat tersebut
mau menerima ide-ide baru itu.
c. Sedangkan
kepunahan atau extinction berarti menghilangnya kebudayaan atau
masyarakat itu sendiri.
4. Teori
Fungsional
Salah satu
tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott Parson. Ia melihat bahwa
masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang
terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain maka
masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling
berhubungan dan tergantung satu sama lain. Parson menggunakan istilah sistem
untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu
karena organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula
lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap
menjaga stabilitas dalam masyarakat.
5. Teori
Konflik
Teori
konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang khusus membahas tentang
perubahan sosial. Menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat
terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu yang berkuasa (bourjuis) dan
yang dikuasai (proletar).
Hasil dari
pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan
masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut
dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus
menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan menunjukkan
keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas
sosial lainnya.
Ralf
Dahrendorf, sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam
setiap masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh
anggota yang lainnya. Artinya bahwa konflik kelas merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik itu juga
tidak terelakkan pula. Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia percaya jika
perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul terutama dari konflik
antar kelompok maupun individu.
D. SUMBER
PERUBAHAN SOSIAL
Apakah yang
menyebabkan terjadinya suatu perubahan sosial atau dengan kata lain apa saja
yang menjadi sumber sehingga terjadi suatu perubahan sosial di masyarakat?
Untuk memahami pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu harus memahami tentang
dari mana terjadinya perubahan sosial atau apa yang menjadi sumber dari suatu
perubahan sosial.
Soejono
Soekanto, dengan mengutip penjelasan dari beberapa ahli, menjelaskan terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik dalam ukuran
yang paling kecil yaitu perilaku kita ataupun dalam ukuran yang lebih luas
yaitu struktur dan budaya masyarakat kita. Tetapi secara garis besar
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan sebagai sumber perubahan sosial yang
berasal dari dalam masyarakat atau internal (endogenous) dan dari luar
masyarakat itu sendiri atau eksternal (exogenous).[6]
1. Faktor
Internal (endogenous)
a. Perubahan
kependudukan
Perubahan
dalam kependudukan yang mungkin lebih sering kita ketahui adalah tentang
penambahan jumlah penduduk, tetapi sebenarnya faktor kependudukan lebih dari
sekedar jumlah penduduk yang bertambah. Perubahan dalam kependudukan dapat
berkaitan dengan perubahan komposisi penduduk, distribusi penduduk termasuk
pula perubahan jumlah, yang semua itu dapat berpengaruh pada budaya dan
struktur sosial masyarakat. Komposisi penduduk berkitan dengan pembagian
penduduk antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, etnik, jenis pekerjaan,
kelas sosial dan variabel lainnya.
b. Penemuan
Berbicara
tentang suatu penemuan yang dapat menjadi sumber dari suatu perubahan sosial,
mau tidak mau kita harus memahami suatu konsep penting yaitu inovasi. Suatu
proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam jangka waktu yang
tidak lama adalah inovasi.
Inovasi
terbagi atas discovery dan inventions, keduanya bukanlah
merupakan suatu tindakan tunggal melainkan transmisi sekumpulan elemen. Artinya
semakin banyak elemen budaya yang dihasilkan oleh para penemu maka akan semakin
besar terjadinya serangkaian discovery dan inventions. Misalnya
penemuan tentang kaca akan membuat serangkaian penemuan baru misalnya lensa,
perhiasan, botol, bola lampu dan lain-lain.
c. Konflik
dalam masyarakat
Konflik dan
perubahan sosial merupakan suatu proses yang akan terjadi secara alamiah dan
terus menerus, tetapi kita tidak dapat mengartikan bahwa setiap perubahan
sosial yang muncul selalu didahului oleh konflik. Konflik atau pertentangan
dalam masyarakat dapat mengarah pada perubahan yang dianggap membawa kebaikan
atau bahkan membawa suatu malapetaka. Pertentangan antara generasi muda dan tua
tentang nilai-nilai baru dapat juga membawa perubahan.
2. Faktor
Eksternal (exogenous)
Berikutnya
adalah faktor eksternal, yaitu sumber perubahan sosial ini berasal dari luar
masyarakat bersangkutan. Faktor eksternal ini meliputi antara lain, lingkungan,
peran, dan pengaruh kebudayaan lain.
E. FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN SOSIAL
Suatu proses
perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan selalu berkitan dengan faktor
pendorong yang dapat mempercepat terjadinya perubahan, serta faktor penghambat
yang dapat memperlambat ataupun bahkan menghalangi terjadinya perubahan sosial
itu sendiri.[7]
Faktor
pendorong dan penghambat akan selalu ada dalam setiap masyarakat tanpa
terkecuali baik dalam masyarakat yang masih menganut sistem nilai tradisional
maupun masyarakat yang sudah modern sekalipun, hanya mungkin bentuknya akan
berbeda-beda tergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.
1. Faktor
Pendorong
Faktor
pendorong dalam perubahan sosial merupakan faktor yang dapat mempercepat
terjadinya suatu perubahan atau bahkan membuat perubahan tersebut dapat cepat
diterima oleh suatu masyarakat. Faktor-faktor pendorong ini dapat berbentuk
kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta orientasi masyarakat ke masa depan.
2. Faktor
Penghambat
Faktor
penghambat adalah faktor yang cenderung dapat menghalangi terjadinya suatu
perubahan di masyarakat atau memperlambat proses penerimaan masyarakat terhadap
suatu perubahan dapat dikategorikan sebagai faktor penghambat. Faktor
penghambat tersebut meliputi, masyarakat yang tertutup, adanya
kepentingan-kepentingan tertentu, prasangka terhadap hal-hal yang baru, adat
dan lainnya.
F. BENTUK
PERUBAHAN SOSIAL
Bentuk
perubahan sosial tidaklah mengacu pada sesuatu yang bersifat fisik tetapi lebih
mengacu pada proses suatu perubahan itu terjadi. Perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, meskipun demikian setiap
bentuk perubahan tersebut akan sulit dibedakan dalam batas garis yang jelas
karena setiap bentuk perubahan akan saling berkaitan satu sama lain,[8] misalnya program pembangunan yang dicanangkan
oleh pemerintah seperti program Keluarga Berencana (KB) dapat dikategorikan ke
dalam bentuk perubahan direncanakan dan juga termasuk dalam perubahan yang
lambat di mana program KB ini telah lama dicanangkan mulai jaman ORBA sampai saat
inipun (2014) masih tetap dijalankan. Tetapi secara teoritis kita perlu
mempunyai pemahaman dasar tentang bentuk perubahan sosial ini untuk membantu
dalam memahami perubahan yang ada di masyarakat.
1. Perubahan
Lambat dan Cepat
Suatu perubahan
yang membutuhkan waktu yang lama dan diawali ataupun diikuti oleh sejumlah
perubahan-perubahan kecil, dapat disebut dengan evolusi atau perubahan yang
lambat. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya usaha dari masyarakat untuk
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru seiring dengan terjadinya
perkembangan dimasyarakat secara luas.
Sedangkan
perubahan yang cepat mengacu pada adanya perubahan sosial yang berkaitan dengan
sendi-sendi pokok kehidupan dimasyarakat seperti institusi sosial, perubahan
seperti itu disebut dengan revolusi. Kecepatan perubahan revolusi bersifat
relatif karena pada dasarnya revolusi dapat memakan waktu yang lama.
Revolusi
Industri misalnya, tidaklah terjadi dalam waktu yang sebentar tetapi memakan
waktu yang lama dimana adanya perubahan pada proses produksi suatu barang dari
secara manual sampai berkembang dengan menggunakan mesin. Jadi konsep cepat
tidaklah mengacu pada waktu melainkan lebih pada unsur pokok dalam masyarakat
yang mengalami perubahan seperti institusi keluarga, institusi politik dan
lain-lain.
2. Perubahan
Kecil dan Besar
Untuk
membedakan suatu perubahan itu kecil atau besar akan sangat sukar untuk kita
lakukan, karena batas perbedaannya sangatlah relatif. Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa perubahan pada unsur struktur sosial yang tidak membawa
pengaruh yang berarti pada masyarakat dapat dikategorikan pada perubahan yang
kecil. Misalnya perubahan pada bahasa dengan munculnya bahasa gaul, tidak
membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat. Sedangkan perubahan besar akan
terjadi apabila terdapat perubahan pada institusi dimasyarakat, misal
dipakainya mesin traktor untuk membajak sawah membawa perubahan yang drastis
pada masyarakat pedesaan antara lain pada pola kerja petani, stratifikasi masyarakat
desa dan lain-lain.
3. Perubahan
Direncanakan dan Tidak Direncanakan
Perubahan
yang direncanakan atau intended change merupakan perubahan yang
memerlukan perencanaan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menghendaki adanya
perubahan, dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran agen perubahan.
Agen-agen ini yang memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial, mengawasi
dan mengendalikan perubahan yang direncanakan. Sedangkan perubahan yang tidak
direncanakan atau unintended change terjadi diluar pengawasan dan
menimbulkan dampak sosial yang cenderung tidak dikehendaki oleh masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Afandi,
Abdullah Khozin, Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal.
Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006.
Cohen, Bruce
J., Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Eshleman, J.
Ross, and Barbara G. Cashion.. Sociology an Introduction. Toronto:
Little Brown & Company, 1985.
Horton, Paul
B., dan Chester L Hunt. Sosiologi. Jilid I. terj. Aminudin Ram &
Tita Sobari. Jakarta: Erlangga, 1987.
Kamanto,
Sunarto, Pengantar Sosiolog. Jakarta: LPE-UI., 2000.
Kornblum,
William, Sociology in a changing world. Florida: Harcourt College
Publisher, 2000.
Landis,
Judson R., Sociology, Concepts and Characteristics. California:
Wadsworth Publishing Company, 1986.
Smelser,
Neil J. Sociology. New Jersey: Prentice Hall Inc, 1981.
Soekanto,
Soerjono, Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1990.
No comments:
Post a Comment