Setelah pada malamnya yakni 30 September 1965 terjadi peristiwa yang
menghenyakan dengan dikenal sebagai G 30 S/PKI. Maka keesokan harinya
bangsa Indonesia dengan didukung oleh Angkatan Bersenjata merespon
dengan cepat. Tentara bersama rakyat langsung mencari para korban
kebiadapan PKI serta mulai melakukan pengejaran dan penumpasan terhadap
PKI. Atas respon yang cepat ini, pemerintah Orde Baru menamakan 1
Oktober sebagai Hari KesaktianPancasila.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus
dijadikan sebagai kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan
nilai-nilai dan kesaktian Pancasila itu sendiri. Hal ini penting
khususnya bagi generasi muda bangsa ini. Generasi baru tidak akan
memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan atas bangsa ini tanpa
mengenali sesungguhnya sejarahkehidupannya.
Di tengah terpaan pengaruh kekuatan global, kita seharusnyamenguatkan
dan memperlengkapi diri agar tidak terjerembab dalam lika-liku zaman
sekarang ini. Salah satunya adalah dengan menggali kembali nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Nilai-nilai itulah yang
kemudian kita maknai sebagai energi untuk membangun kembali jati diri
bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya jika mau kembali
menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu
sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal
dan menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat
Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik
sebagai salah satu infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir
dan lahir dinegara ini, harus tunduk dan taat pada Pancasila
Fakta sejarah yang hinga saat ini masih diperdebatkan mengenai peristiwa
G 30 S PKI hendaknya tidak mengubah rasa memiliki kita terhadap
pancasila yang sudah jelas-jelas berperan sebagai simbol pemersatu
bangsa. Berbagai peristiwa yang pernah terjadi semenjak proklamasi 17
agustus 1945 hingga saat ini, yang pada akhirnya tidak menggoyahkan
pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang disebut sebagai
kesaktian pancasila.
Kesaktian disini bukan diartikan pancasila secara aktif mampu melakukan
sesuatu, melainkan pandangan serta nilai-nilai yang terdapat dalam
pancasila mampu ditranformasikan oleh komponen bangsa dalam berkehidupan
kebangsaan dan bernegara.
Meletusnya pemberontakan G 30 S PKI, sampai di bubarkan dan dilarangnya
berkembang paham komunis di indonesia, terbitnya Supersemar, hingga
tumbangnya pemerintahan Presiden Soekarno merupakan tonggak berdirinya
pemerintahan baru yang di pimpin oleh presiden Soeharto yang disebut
sebagai pemerintahan orde baru. Orde baru berhasil memerintah indonesia
selama 32 tahun lamanya sebelum di gantikan oleh gerakan reformasi.
Peristiwa 1 Oktober 1965 tersebut kemudian telah melahirkan suatu orde
dalam sejarah pasca kemerdekaan republik ini. Orde yang kemudian lebih
dikenal dengan Orde Baru itu menetapkan tanggal 1 Oktober setiap
tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur
nasional. Penetapan itu didasari oleh peristiwa yang terjadi pada hari
dan bulan itu, dimana telah terjadi suatu usaha perongrongan Pancasila,
namun berhasil digagalkan. Belakangan setelah orde baru jatuh dan
digantikan oleh orde yang disebut Orde Reformasi, peringatan hari
Kesaktian Pancasila ini sepertinya mulai dilupakan. Terbukti tanggal 1
Oktober tersebut tidak lagi ditetapkan sebagai hari libur nasional
sebagaimana sebelumnya.
Selama masa pemerintahan orde baru setiap tanggal 1 Oktober selalu di
adakan upacara peringatan hari kesaktian pancasila, begitu juga pada
masa pemerintahan berikutnya. Di masa Presiden Megawati Soekarnoputri
kepala negara tidak menghadiri upacara yang dipusatkan di Lubang Buaya.
Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari bersejarah
yang dirayakan setiap tanggal 1 Oktober ini dimaknai secara lebih luas.
Jika pada perayaan-perayaan sebelumnya Kesaktian Pancasila selalu
dikaitkan dengan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia (G-30-S/PKI), maka kali ini “sejarah” Kesaktian Pancasila
dimaknai sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945.
Demikian versi baru upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang
berlangsung di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Selain pemaknaan yang baru atas sejarah, hal baru lainnya adalah upacara
kembali dipimpin oleh presiden Republik Indonesia serta disertai dengan
pembacaan naskah ikrar yang menyebutkan bahwa sejak Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) diproklamasi pada 17 Agustus 1945 terjadi
banyak rongrongan terhadap Pancasila dan NKRI baik yang datang dari
dalam negeri maupun luar negeri. Namun, bangsa Indonesia mampu
mempertahankan Pancasila dan NKRI.
Makna Kesaktian Pancasila
Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan.
Melainkan juga Pancasila dapat dikatakan sebagai sumber moralitas
terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta
berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Pancasila mengandung berbagai makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna yang pertama Moralitas, sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”
mengandung pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi
yang hanya berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada
legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak
berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum
serta legitimasi demokrasi. Oleh karenanya asas sila pertama Pancasila
lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas.
Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para
pejabat negara, serta para penegak hukum, haruslah menyadari bahwa
selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis yang kita junjung,
juga harus diikutsertakan dengan legitimasi moral. Misalnya, suatu
kebijakan sesuai hukum, tapi belum tentu sesuai dengan moral.
Salah satu contoh yang teranyar yakni gaji para pejabat penyelenggara
negara itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang
sangat menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi moral).
Hal inilah yang membedakan negara yang berketuhanan Yang Maha Esa dengan
negara teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada
legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus
sesuai dengan nilai-nilai Tuhan terutama hukum serta moral dalam
kehidupan bernegara.
Makna kedua Kemanusiaan, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengandung
makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang beradab, selain terkait juga dengan nilai-nilai
moralitas dalm kehidupan bernegara.
Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian
dari umat manusia di dunia hidup secara bersama-sama dalam suatu wilayah
tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi
kesejahteraan bersama.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan norma-norma baik terhadap diri sendiri, sesama
manusia, maupun terhadap lingkungannya.
Oleh Karena itu, manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat
fundamental dan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan
negara kemanusiaan harus mendapat jaminan hukum, maka hal inilah yang
diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asas) manusia. Selain
itu, asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Makna ketiga, Keadilan. Sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu
negara, sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang
terkandung dalam sila II dan V adalah merupakan tujuan dalam kehidupan
negara. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus
berkodrat adil.
Dalam pengertian hal ini juga bahwa hakikatnya manusia harus adil dalam
hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap
lingkungannya, adil terhadap bangsa dan negara, serta adil terhadap
Tuhannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa
harus berdasarkan atas keadilan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip
keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna keempat, Persatuan. Dalam sila “Persatuan Indonesia” sebagaimana
yang terkandung dalam sila III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara
adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan
hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara berupa suku,
ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya negara adalah
beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan
negara yakni Bhinneka Tunggal Ika.
Makna kelima, Demokrasi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat,
oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara.
Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung makna demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai
demokrasi yang terkandung dalam Pancasila adalah adanya kebebasan dalam
memeluk agama dan keyakinannya, adanya kebebasan berkelompok, adanya
kebebasan berpendapat dan menyuarakan opininya, serta kebebasan yang
secara moral dan etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Terlebih lagi hingga kini kita selaku bangsa tentulah malu terhadap para
pendiri negara yang telah bersusah payah meletakkan pondasi negara
berupa Pancasila, sedangkan kita kini seakan lupa dengan tidak
melaksanakan nilai-nilai Pancasila yang sangat sakti tersebut.
Perilaku KKN, kerusuhan antar sesama warga negara, ketidakadilan dan
ketimpangan sosial, berebut jabatan, perilaku asusila, serta berbagai
perilaku abmoral lainnya adalah segelintir perilaku yang hanya dapat
merusak nilai Pancasila itu sendiri. Kini, Marilah kita kembali junjung
tinggi nilai-nilai Pancasila agar kita tetap dipandang sebagai bangsa
dan negara yang beradab, beragama, beretika, dan bermoral
(DP, berbagai sumber)
M
No comments:
Post a Comment